Minggu, 01 Agustus 2010

Al-Quran, Wahyu Terbesar

"Patutkah menjadi kebenaran bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, "berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka". Orang kafir berkata, "Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata"."
(QS. Yunus [10] : 2)

Dalam bahasa Arab, wahyu berarti memberitahukan kepada seseorang sesuatu hal yang penting. Sedangkan menurut istilah, wahyu berarti kehendak Tuhan yang disampaikan kepada seluruh manusia melalui utusan-Nya. Dalam keyakinan Islam, meyakini kebenaran dan kebenaran wahyu adalah hal mutlak. Begitu pentingnya meyakini atau mengimani wahyu, sehingga keimanan seorang Muslim bisa batal jika ia menolak keberadaan wahyu tersebut. Kepercayaan kepada wahyu Allah SWT termasuk Rukun Iman.

Dr. Ismail Al-Faruqi mengungkapkan bahwa wahyu atau penyampaian kehendak Tuhan kepada manusia, mempunyai sejarah panjang dan memiliki beragam bentuk. Pada masa awal, menurutnya, Tuhan menyampaikan kehendaknya secara tidak langsung melalui pertanda alam atau secara langsung melalui visi dan mimpi. Pendeta atau para Nabi ditahbiskan untuk mengurai mimpi tersebut kemudian menyampaikan kepada umatnya untuk melaksanakannya. Pada masa terakhir, wahyu dilestarikan melalui hafalan. Wahyu diingat, dibaca dan disebutkan dalam kesempatan seremonial. sebagian diterjemahkan kedalam bahasa lokal dan menjadi tradisi. Sebagian lainnya dilupakan atau diubah menjadi sesuatu yang lain setelah meninggalnya sang penerima wahyu. sementara itu, pencatatan atau penulisan wahyu datang belakangan. Dalam tradisi Hanafi, disebutkan bahwa teks wahyu pertama adalah Shuhuf (lembaran) yang diterima Nabi Ibrahim yang hidup sekitar 2000 - 1400 SM.

Wahyu yang diturunkan kepada setiap rasul memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menuntun manusia agar menyembah Allah dan menjauhi setan. Sejak Nabi Adam a.s. sampai Nabi Muhammad SAW, muatan risalahnya sama. Sehingga dalam konteks ini, sebenarnya Islam bukanlah agama baru. Para ulama menyebut Islam sebagai agama penyempurna agama samawi yang ada sebelumnya. Wahyu Islam adalah penyempurna sekaligus yang terakhir.

Sebagai penyempurna dan penutup, wahyu Islam memiliki karakter agak berbeda dengan wahyu yang diturunkan sebelumnya. Ismail Al-Furuqi mengungkapkan bahwa jika dihubungkan dengan wahyu sebelumnya, Islam membedakan dirinya sebagai wahyu yang berkenaan dengan norma-norma agama dan etika, pernyataan mengenai prinsip dan aturan. Sementara wahyu sebelumnya merupakan wahyu hukum, sedangkan Islam bukan saja memuat hukum tetapi lebih jauh memusatkan pada prinsip. Wahyu Islampun menyerahkan kepada manusia untuk menterjemahkannya kedalam petunjuk dan perintah dalam kehidupan sehari-hari. Hasil terjemahan ini lah yang kemudian dirangkai secara sistematis oleh para ulama dan menghasilkan ilmu-ilmu Islam. Dengan bentuknya yang memusatkan pada prinsip, wahyu memungkinkan menghasilkan produk hukum yang berbeda untuk setiap zaman dan tempat, sehingga Islam akan senantiasa relevan pada setiap masa, walaupun setiap masa memiliki kekhasannya masing-masing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar