Jumat, 06 Agustus 2010

Kandungan Al-Quran (2)

Bismillahirrahmanirrahiim..
 
Melanjutkan bahasan sebelumnya (Kandungan Al-Quran [1]) kami akan mencoba memaparkan secara lebih luas. Insya Allah..
 
 Adapun kalau kita perinci lagi, Al-Quran mengandung tema-tema khusus yang akan mengungkapkan banyak hal dari kehidupan manusia, yaitu :

1. Mengenai Sejarah atau Kisah.
Al-Quran penuh dengan bahan-bahan sejarah, mulai dari sejarah kejadian bumi dan kejadian langit, alam seluruhnya, sejarah kehidupan para nabi dan rasul sejak Nabi Adam a.s. sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Al-Quran pun menceritakan tentang kemunculan nabi-nabi palsu yang akan dan sudah lahir, sejarah kerajaan-kerajaan besar, seperti Babylonia, Mesir, Romawi, sejarah bangsa-bangsa Arab jahiliyah, Nasrani dan Yahudi, dan sebagainya. Tidak saja fakta-fakta sejarah, tetapi juga pelajaran yang dapat diambil dari kejadian-kejadian dalam sejarah itu.

2. Mengenai Etika Pergaulan
Al-Quran pun mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat baik untuk dijadikan penuntun dalam pergaulan antara suatu kekuasaan dengan kekuasaan yang lain, antara satu golongan manusia dengan golongan manusia yang lain, antar anggota keluarga, murid dan guru, antara manusia dan Tuhan dan sebagainya. Tuntunan yang baik antara sesama manusia, tuntunan pergaulan hidup yang dapat membawa perdamaian dan kemajuan, ketentraman dan kesejahteraan bagi semua pihak. Ilmu kemasyarakatan dan Ilmu pergaulan hidup yang dikemukakan Al-Quran tidak saja bersifat pengetahuan, tetapi juga mengandung aspek-aspek pendidikan dan tuntunan hidup yang murni. Tuntunan menjalani kehidupan sehari-hari juga diungkapkan oleh Al-Quran. Termasuk pula ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah Ekonomi, Industri, Perdagangan, Perhubungan darat dan laut, dan sebagainya.
"Sebagai penyempurna kitab-kitab suci yang telah turun sebelumnya, di dalam Al-Quran terhimpun hasil kitab suci yang sudah ada sebelumnya, malahan juga hasil segala ilmu. Al-Quran adalah sebuah kitab yang menjelaskan segala sesuatu" (QS. Yusuf [12] : 111).

3. Mengenai Akidah atau Keyakinan.
Mengenai ketuhanan, Al-Quran mempunyai jawaban yang putus, puas dan tegas. Tidak satupun kitab suci yang mampu menerangkan pelajaran tauhid demikian sempurna, seperti yang termuat dalam Al-Quran. dari abad-keabad dunia keagamaan mencari jalan ke-Esaan Tuhan. Islamlah dengan pelajaran Al-Quran yang telah dapat membawa manusia kepada tauhid dalam arti kata yang sesungguhnya. Islam membasmi semua kemusyrikan, menghilangkan segala takhayul, yang mengikat kemerdekaan berfikir manusia.

4. Mengenai Politik.
Politik yang dikemukakan Al-Quran adalah politik yang berdasarkan hak sama rata yang sehat, hak berkehidupan secara adil, yang mampu membawa keamanan dan kebaikan bagi seluruh manusia. Oleh karena itu, pemerintahan tidak berpegang hanya kepada pemimpin, tetapi juga harus memperhatikan anggota masyarakat yang tidak turut serta dalam pemerintahan dalam kerangka mengacu kepada aturan Illahi.

5. Mengenai Qital
Untuk mengatur pertahanan negara yang kuat, Al-Quran memberikan petunjuk atau cara-cara yang sangat manusiawi. Peperangan untuk menjajah, untuk memperbudak sesama manusia tidak diperkenankan. Peperangan untuk membela diri, membela harta dan jiwa, terutama untuk membela agama Allah Swt, menjamin kemerdekaan beragama dan berfikir, melenyapkan kedzaliman adalah peperangan yang dianggap suci oleh Al-Quran, peperangan jihad di jalan Allah Swt. Kedisiplinan pasukan, strategi perang, kalah-menang, Perjanjian dan Perdamaian, sampai urusan harta rampasan dan kelakuan para prajurit diberiNya tuntunan-tuntunan yang baik, untuk menjauhi segala  hal yang akan menjerumuskan pada kedzaliman, sekaligus demi menjaga kehormatan Islam dan umatnya.

Dalam menguraikan berbagai persoalan, terkadang Al-Quran membahasnya dengan detail. Dalam hal waris dan utang piutang misalnya, Al-Quran menjelaskan sangat detail, mulai dari prinsip-prinsipnya hingga hitungan pembagiannya. Namun, pada persoalan lain Al-Quran hanya menjelaskan prinsip-prinsipnya saja, seperti persoalan ekonomi, politik dan sosial.

Pada dasarnya, Al-Quran berisi akidah dan Syari'ah. Akidah dirumuskan dengan kata "iman", sedangkan Syari'ah terangkum dalam kata "amal saleh" (QS. An-Nahl [16] : 97). Keduanya dapat dibedakan akan tetapi tidak dapat dipisahkan. Seorang yang beriman tanpa menjalankan syari'ah adalah fasik. Demikian sebaliknya, bersyari'ah tetapi tidak berakidah adalah munafik. Walhamdulillah...

Rabu, 04 Agustus 2010

Nasehat Sufi

Bismillahirrahmanirrahiim..

Ruhullah, Nama kecil Ayatullah Khomeini, terlahir pada 20 Jumada Al-Tsaniyah 1320 atau 24 September 1902 (bersamaan dengan hari ulang tahun kelahiran Sitti Fatimah Az-Zahra binti Muhammad Saw.) Silsilah keluarganya, yang bermuara pada Imam Musa Al-Kazhim bin Jafar Ash-Shadiq ibn Muhammad Al Baqir ibn Husain Ibn 'Ali bin Abi Thalib r.a.

Kematian Ibu dan Bibi yang mengasuhnya secara beruntun pada saat beliau berusia 16 tahun telah menempa kepribadiannya. yang akhirnya pada usia 18 tahun beliau meninggalkan Khomein, untuk menuntut ilmu lebih jauh ke Arak. Ruhullah telah menjelma menjadi remaja yang penuh tekad, tegas dan serius. Disinilah kisah kesufian beliau bermula.berikut adalah Kutipan nasehat beliau :

Wahai sahabatku yang mengaku Muslim, dengarkan sabda Baginda Rasul berkenaan dengan seorang Muslim, “Orang Muslim adalah dia yang Muslim lain terbebas dari gangguan tangan dan lidahnya.” Mengapa kita—saya dan Anda—mengganggu, mengusik dan menyakiti orang yang derajatnya bawah kita, dengan berbagai cara? Mengapa kita tidak pernah jera berbuat aniaya terhadap mereka, bahkan merampas hak mereka tanpa dasar? Sampai-sampai, bila tangan kita sudah tidak dapat menjangkau mereka, kita melakukan gangguan terhadap mereka melalui lidah kita, dengan membongkar rahasia-rahasia dan menyingkap segala hal yang selama ini mereka sembunyikan, mengumpat di belakang mereka serta membuat tuduhan-tuduhan palsu terhadap mereka?

Semua ini berarti bahwa klaim keislaman kita—yang tidak pernah membuat saudara-saudara Muslim kita selamat dari gangguan tangan dan lidah kita—bertentangan dengan kenyataan hidup kita yang sebenarnya. Keadaan batin kita bertentangan dengan kenyataan lahiriah kita. Dan ini membuktikan bahwa kita termasuk golongan orang munafik dan bermuka dua.

Wahai jiwa penulis lembaran-lembaran yang hina ini, yang berpura-pura seakan-akan berpikir tentang cara keluar dari hari-hari gelap serta keselamatan dari kesengsaraannya! apabila kamu benar dan hatimu selaras dengan lidahmu, dan realitas batinmu cocok dengan penampilan lahiriahmu, maka mengapa engkau begitu lalai, hatimu begitu memburuk, dan nafsumu begitu kuat? Mengapa engkau tidak berpikir tentang perjalanan kematian yang sangat penuh dengan risiko?

Usiamu telah berlalu cepat, tetapi engkau belum melepaskan nafsu dan keinginanmu. Engkau telah menghabiskan hari-harimu untuk memuaskan hawa nafsu dalam kelalaian dan kesengsaraan. Saat kematianmu terus mendekat, sementara engkau masih terjerat dalam perilaku burukmu dan terbiasa dalam perbuatan tak senonohmu. Engkau adalah jiwamu, seorang pemberi nasihat yang tidak mengambil pelajaran dari nasihatnya sendiri. Engkau termasuk kaum munâfiqûn dan bermuka dua. Jika engkau terus menerus dalam keadaan tersebut, maka engkau akan di kumpulkan dengan dua lidah api dan dua wajah dari api.

Oh Tuhan, sadarkan kami dari serangan tidur pulas yang berlarut-larut ini, sadarkan kami kembali dari keaddaan mabuk dan kelalaian ini. Sinarilah hati kami dengan cahaya keimanan dan rahmatilah keadaan kami. Ulurkan tangan-Mu kepada kami, dan tolonglah kami supaya terlepas dari cakaran iblis dan hawa nafsu, demi hamba-hamba pilihan-Mu, Muhammad dan keluarganya yang suci, semoga shalawat Allah dilimpahkan atas mereka.

Berikut karya Ayatullah Khomeini :
Wasiat Sufi 1 klik disini untuk download.
Wasiat Sufi 2 klik disini untuk download.
Wasiat Sufi 3 klik disini untuk download.

Semoga bermanfaat..
Walhamdulillah...

Selasa, 03 Agustus 2010

Tentang Orang Munafik

Mereka telah menjadikan setan sebagai majikan atas urusan mereka, dan ia mengambil mereka sebagai mitra. la telah bertelur dan menetaskannya di dada mereka. la menjalar dan merayap dalam pangkuan mereka. la melihat melalui mata mereka, dan berbicara dengan lidah mereka. Secara ini ia memimpin mereka ke perbuatan dosa, dan menghiasi mereka dengan hal-hal kotor sebagai tindakan seseorang yang telah dijadikan mitra oleh setan dalam wilayah kekuasaannya dan berbicara batil melalui lidahnya.

Amirul Mukminin mengatakan tentang para munaf'ik (yakni orang-orang yang menentangnya sebelum dan setelah kekhalifahannya), bahwa mereka adalah mitra, penolong dan pendukung setan. la telah bersahabat dengan mereka, membuat tempat tinggalnya pada diri mereka, tinggal dalam dada mereka, bcrtelur dan menetaskan anak-anaknya di situ, sementara anak-anak ini melompat dan bermain-main pada pangkuannya tanpa segan. la maksudkan bahwa gagasan-gagasan jahat setan lahir dari dada mereka dan tumbuh dan berkembang di situ. Tak ada kekangan pada mereka, tak ada pula halangan apa pun. la telah demikian meresap ke dalam darah dan bercampur dengan jiwa mcreka sehingga keduanya bersatu sepenuhnya. Sekarang, mata adalah milik mereka telapi penglihatannya adalah penglihatan setan, lidah adalah milik mereka, tetapi kata-katanya adalah kata-kata setan, sebagaimana telah dikatakan Nabi, "Sesungguhnya iblis merembesi keturunan Adam seperti darah." Yakni, sebagaimana peredaran darah tak berhenti, demikian pula keberlanjutan yang cepat dari gagasan-gagasan jahat iblis. Dan ia menarik mereka kepada kejahatan dalam tidur dan jaga, dalam setiap sikap, bangkit atau duduk. la mewarnai mereka dengan celupannya sehingga perkataan dan tindakannya mencerminkan perkataan dan perbuatan setan. Orang-orang yang dadanya bersinar dengan kelimpahan iman mencegah gagasan-gagasan jahat seperti itu: tetapi, sebagian orang siap sedia menyambut kejahatan-kejahatan itu, dan inilah orang-orang yang berselubungkan jubah Islam yang selalu mencari-cari hujatan.
 
dari : Amirul Mukminin.

Kandungan Al-Quran (1)

Bismillahirrahmanirrahiim.

"Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (QS. An-Nahl [16]:89).

Tidaklah Allah Swt menciptakan manusia dengan sia-sia. Ada misi yang harus dan tujuan-tujuan yang menuntut dirinya berjuang mendapatkannya.Dengan kasih sayang-Nya yang tiada terbatas, Allah Swt memberikan petunjuk dan bimbingan kepada manusia bagaimana menjalankan visi dan misi hidupnya tersebut, serta strategi bagaimana mencapai tujuan penciptaannya. Petunjuk yang Allah Swt berikan itu bersifat Kaunah, artinya petunjuk itu tersebar di alam semesta dan berbentuk hukum-hukum kehidupan, Allah Swt pun memberikan petunjuk-petunjuk yang bersifat qauliyah yang tercantum dalam Al-Quran.

Dengan demikian, Al-Quran adalah tanda kasih sayang Allah Swt yang utama kepada manusia, khususnya kepada hamba-hamba yang beriman. Allah Swt menyebut Al-Quran sebagai hudan,; petunjuk dan rahmat (kasih sayang). Dia berfirman "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri."(QS An-Nahl [19]:89)

Sebagai Al-Hudan Al-Quran berisi petunjuk-petunjuk yang bersifat global dan komperhensif terkait persoalan-persoalan hidup manusia, baik itu urusan manusia dengan Allah, manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungan sekitarnya.

Secara garis besar, Al-Quran mengandung tiga hal. Pertama petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan ke-Esa-an Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan. Kedua, petunjuk tentang akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia baik secara individual maupun secara kolektif. Ketiga, petunjuk tentang syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Dengan kata lain "Al-Quran adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat." Walhamdu'lillahi rabbil 'alamin.

Minggu, 01 Agustus 2010

Rahasia Waktu Shalat

Ketahuilah bahwa menepati waktu-waktu shalat (yang merupakan waktu berjumpa Tuhan dan perjanjian Hadirat Rububiyyah) merupakan perkara penting bagi ahli muraqabah. Ahli munajat dan suluk selalu menantikannya. Mereka mempersiapkan diri dan hati mereka untuk memasukinya. Mereka menghadapinya dalam keadaan suci lahir dan batin. Mereka mengesampikan kesibukan-kesibukan lain secara total. Mereka menjadikan hati terputus sama sekali dari selain Allah sambil menghadap ke tempat perjanjian Al-Haqq.

Salah seorang isteri Nabi Saw, Berkata "Rasulullah Saw, berbicara kepada kami dan kami pun berbicara kepada beliau. Akan tetapi, apabila waktu shalat tiba, beliau seakan tidak mengenal kami dan kami tidak mengenal beliau, karena perhatian kepada Allah membuat beliau lupa yang lain.".
Kitab Ash-Shalah, Bab ke38, Hadist No. 56.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam 'Ali, sang pemimpin para alhi tauhid a.s "apabila waktu shalat tiba, ia (tampak) gugup, menggigil, dan wajahnya pucat. ketika ditanya, "ada apa gerangan wahai Amirul Mukminin?" Ia menjawab, "Telah tiba waktu shalat, waktu sebuah amanat yang pernah ditawarkan Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, dan mereka menolak memikulnya karena khawatir akan menghianatinya". Mustadrak al-Wasail, Kitab Ash-Shalah, Abwab Af-al ash-shalah, bab ke 2, hadist No. 16.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa 'Ali bin Al Husain, "Apabila hendak berwudlu, wajahnya menjadi pucat, Ketika ditanya: " Apa gerangan yang menimpamu ketika hendak berwudlu?" Ia menjawab, "Tahukan kalian dihadapan siapa aku akan berdiri?". Al-Mahajjah al Baydha, jil 1, hal. 351, Kitab Ashrar Ash-Shalah.

Secara umum mereka tidak melihat ibadah kepada Al-Haqq, munajat kepada Kekasih Mutlak, dan berdialog dengan Raja segala raja sebagai taklif yang difardhukan kepada mereka dan beban yang dipikulkan ke atas pundak mereka. Mereka adalah ahli cinta dan kerinduan (ahl al-hubb wa al-'isyq), maka mereka tidak ridlo kalau lezat munajat kepada Al-Haqq dan kerinduan untuk bertemu dengan Kekasih digantikan dengan alam eksistensi ini. Mereka sangat merindukan al-Haqq dan ibadat.

Mereka adalah ahli iman, mereka mengetahui bahwa modal kemenangan dalam kehidupan di alam akhirat adalah ibadat kepada al-Haqq, dan bahwa surga jasmani, bidadari, istana-istana di alam tersebut merupakan bentuk perbuatan manusia. "Maka, barangsiapa berbuat kebaikan sebesar zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya, dan barangsiapa berbuat kejahatan sebesar zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya." (QS. az-Zilzal [99] : 8).

Kalau seseorang mengimani akibat dari perbuatan-perbuatannya dan betapa pentingnya akibat-akibat itu, tentu ia akan selalu memperhatikan waktu.

Pada pembahasan terdahulu kami telah menjelaskan bahwa salah satu rahasia ibadah adalah : masing-masing ibadah mempunyai pengaruh dan bentuk yang muncul didalam hati, yang menjadikannya bercahaya, menjadikan surga materi tunduk dihadapan kehadiran malakut, dan menghasilkan kondisi ketundukan yang sempurna pada tentara-tentara jiwa terhadap ruh, serta kehendak jiwa menjadi mandiri.

Setiap perkara penting ini memiliki banyak pengaruh di alam ghaib. sebagiannya berbentuk syurga sifat-sifat yang lebih tinggi dari syurga perbuatan.

Hasil ini tidak diperoleh dari perbuatan (terutama shalat yang merupakan perbuatan paling baik), tanpa disertai perenungan, perhatian yang seksama, dan kehadiran hati.

Salah satu hal yang membantu seseorang menghadirkan hati adalah menepati waktu, waktu perjanjian dan waktu kembali yang dijanjikan Al-Haqq. Jika pesuluk menuju Allah Saw dan mujjahid di jalan Allah Saw tidak mampu menjadikan seluruh waktunya untuk Allah Saw, maka ia harus (sekurang-kurangnya) memperhatikan lima waktu ini yang dikhususkan al-Haqq baginya dan Dia mengajaknya untuk bertemu agar ia bersyukur kepada al-Haqq Ta'ala dengan ruh dan hatinya atas perkenan-Nya untuk masuk ke dalam munajat serta atas izin-Nya untuk berkhidmat di majelis keakraban dan pertemuan kudus.

Oleh karena itu, ia tidak boleh lalai terhadap hal itu dan tidak boleh tertinggal dari waktu yang telah dijanjikan al-Haqq. Mudah-mudahan, menepati waktu pertemuan yang pada mulanya hanya bentuk tanpa isi akan menyebabkan perolehan hakikat dan menjadi memiliki isi, tentu dengan taufiq dan pertolongan al-Haqq, Zat yang Mahakudus. Jika sudah sampai pada perolehan hakikat, si hamba akan merasakan lezat munajat kepada Kekasih dan keakraban dengan-Nya, menguak rahasia hakiki. Pintu-pintu peribadatan ruh dan hatipun akan terbuka baginya.

Setahap demi setahap, ia melihat tentara Illahi sedang melaksanakan peribadatan kepada al-Haqq bersamanya didalam kerajaan eksistensi, kabut keindahan dan keagungan pun tersingkap didalam hatinya. Ia memperoleh permulaan manifestasi tauhid perbuatan (at-Tauhid al-af 'ali). Kemudian, jalan suluk kepada Allah terbuka baginya. Disitulah kelayakan untuk masuk ke dalam shalat hakiki terwujud, dengan izin Allah Ta'ala.

Kutipan
Sirr as-Shalah
Imam Ruhullah al Musawi al Khomaini.

Macam-macam Shalat Sunnat

SHALAT RAWATIB

Shalat Rawatib adalah shalat sunah yang dikerjakan menyertai shalat fardu. Shalat sunah ini terbagi dalam shalat mu'akkad dan ghairu mu'akkad. Adapun yang termasuk dalam shalat-shalat sunah Rawatib adalah sebagai berikut :
Mu'akkad
- Dua rakaat qabla subuh
- Dua rakaat qabla zuhur
- Dua rakaat ba'da zuhur
- Dua rakaat ba'da maghrib
- Dua rakaat ba'da isya
Rincian tsb berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW:
"Dari Abdillah bin Umar, ia berkata: 'Saya ingat mengenai Rasulullah SAW mengerjakan shalat dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Zuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh." (H.R. Bukhari Muslim)
Ghairu Mu'akkad  
- Empat rakaat sebelum dan sesudah zuhur
- Empat rakaat sesudah asar
- Empat rakaat sebelum asar
Masing-masing berdasarkan rincian hadist-hadist berikut:
Dari Ummu Habibah: 
"Nabi SAW bersabda: Barangsiapa mengerjakan empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat sesudahnya maka Allah mengharamkan baginya dari api neraka." (H.R. Tarmizi)
Dari Ibnu Umar
"Nabi Muhammad SAW bersabda: Allah memberi rahmat kepada orang yang mengerjakan shalat empat rakaat sebelum shalat Asar" (H.R. Tarmizi)
Dari Abdullah bin Mughafal, 
"Nabi SAW bersabda: Shalatlah kamu sebelum Maghrib, shalatlah kamu sebelum Maghrib. Kemudian Nabi mengatakan yang ketiga kalinya bagi yang menghendakinya."
(H.R. Bukhari)
 
SHALAT SUNNAH LAINNYA

Selain shalat Rawatib, ada pula shalat sunah lainnya yang tidak berkaitan dengan shalat fardu. Berikut adalah beberapa shalat sunah yang umum dikerjakan beserta definisinya.
Shalat Khauf adalah Shalat yang dilakukan pada saat-saat genting. Shalat ini dapat dilakukan kapan pun bila kita dalam kondisi merasa takut, misalnya karena perang, bencana alam, ancaman binatang buas, dikejar musuh atau orang jahat, dsb. Syariat shalat khauf ini didasarkan pada surat An-Nisâ: 102.
Shalat Dhuha adalah Shalat sunnah yang dikerjakan pada pagi hari, waktunya dimulai ketika matahari tampak kurang lebih setinggi tombak dan berakhir sampai tergelincir matahari (waktu zuhur). Jumlah rakaat shalat Dhuha adalah sekurang-kurangnya dua rakaat, sebanyak-banyaknya duabelas rakaat, ada juga yang menyatakan enambelas rakaat.
Shalat Istisqa adalah Shalat sunah yang bertujuan untuk meminta hujan. Biasanya dilaksanakan ketika terjadi kemarau panjang sehingga mata air- mata air menjadi kering, tumbuh-tumbuhan mati, manusia dan hewan kekurangan makanan dan air. Bila sudah masuk dalam kondisi ini, dianjurkan pemimpin masyarakat setempat atau ulama mengajak masyarakat untuk bertobat dan berdoa.
Shalat Khusuf adalah Shalat sunah yang dilakukan karena terjadi gerhana bulan. Waktu shalat khusuf adalah sejak awal gerhana sampai akhir atau tertutupnya bulan tersebut.
Shalat Kusuf adalah Shalat sunah yang dilakukan karena terjadi gerhana matahari. Waktu shalat kusuf adalah sejak awal gerhana sampai selesai atau tertutupnya matahari.
Shalat Istikharah adalah Shalat sunah dua rakaat yang diiringi dengan doa khusus, dikerjakan untuk memohon petunjuk yang baik kepada Allah SWT sehubungan dengan urusan yang masih diragukan untuk diputuskan akan dikerjakan atau tidak. Urusan yang dimaksud bisa berupa urusan pribadi ataupun yang terkait dengan kepentingan umum. Petunjuk dari Allah SWT ini biasanya akan diperoleh melalui mimpi atau kemantapan hati untuk mengambil keputusan.
Shalat Tahajud adalah Shalat sunah yang dikerjakan pada waktu malam hari dan dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu, meskipun hanya sejenak, kemudian diiringi dengan doa khusus. Shalat tahajud boleh dilakukan di awal, tengah, atau di akhir malam, asalkan sesudah tidur, namun melakukannya pada sepertiga malam yang terakhir adalah lebih baik, karena pada saat itu terdapat waktu doa para hamba dikabulkan oleh Allah SWT.
Shalat Ghaib adalah Shalat yang dilakukan atas seseorang yang meninggal dunia di suatu tempat atau negeri, baik jauh ataupun dekat dari tempat orang yang melaksanakan shalat, dan mayatnya tidak ada di tempat (di hadapan) orang-orang yang menshalatkan.
Shalat Hajat adalah Shalat sunah dua rakaat yang dikerjakan seseorang yang mempunyai hajat (keperluan) agar keperluan tsb dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah SWT.
Shalat Tahyatul Masjid adalah Shalat yang dilakukan sebagai penghormatan terhadap masjid, dilakukan oleh orang yang masuk ke dalam mesjid sebelum ia duduk.
Shalat Idain adalah Shalat yang dilakukan pada saat dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Iedul Fitri dilaksanakan berkaitan dengan selesainya bulan Ramadhan yang jatuh pada tanggal 1 Syawal.Iedul Adha dilaksanakan bertepatan dengan selesainya pelaksanaan ibadah haji, yaitu tanggal 10 Zulhijjah, yang biasanya seusai shalat dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban bagi yang mampu.
Shalat Tarawih adalah Shalat sunah yang dikerjakan umat Islam setiap malam selama bulan Ramadhan.
Ada beberapa pendapat mengenai jumlah rakaat shalat tarawih, yang pertama adalah 11 rakaat terdiri dari 4 rakaat, kemudian 4 rakaat lagi, dan ditutup dengan 3 rakaat shalat witir. Lalu ada pula yang menyatakan 8 rakaat salam kemudian witir 3 rakaat. Pendapat lain menyatakan 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir, sehingga seluruhnya adalah 23 rakaat. Ada pula sebagian imam yang menyatakan lebih dari itu.
Shalat Witir, Witir berarti ganjil. Sehingga shalat witir adalah nama bagi shalat yang rakaatnya ganjil (selain shalat Maghrib), yaitu shalat 1 rakaat, 3 rakaat, 5 rakaat, 7 rakaat, 9 rakaat, atau 11 rakaat yang bersambungan dan hanya satu kali salam.
Waktu pelaksanaannya adalah malam hari, sesudah shalat Isya sampai terbit fajar. Yang paling baik, witir dijadikan sebagai shalat yang paling akhir dikerjakan pada malam hari. Bila seseorang khawatir tidak bangun pada waktu menjelang terbit fajar, ia boleh mengerjakan shalat witir segera setelah shalat fardu dan sesudah Isya.
Shalat Taubat adalah Shalat untuk menyatakan bahwa kita bertaubat dari suatu dosa, artinya menyesal atas perbuatan yang dilakukan, dan bertekad kelak tidak akan melakukannya lagi, disertai permohonan ampun kepada Allah.
Shalat Tasbih adalah Shalat sunah empat rakaat yang setiap rakaatnya membaca tasbih sebanyak 75 kali, sehingga seluruhnya berjumlah 300 kali. Rincian jumlah tasbih untuk setiap rakaat adalah sebagai berikut:
15 kali sesudah membaca surat dan sebelum rukuk
10 kali sesudah membaca tasbih rukuk dan sebelum i'tidal
10 kali setelah membaca tahmid i'tidal
10 kali setelah membacab tasbih sujud
10 kali setelah membaca doa duduk diantara dua sujud
10 kali setelah membaca tasbih sujud kedua
10 kali setelah duduk istirahat sesudah sujud kedua.
Bagi setiap muslim, dianjurkan mengerjakan shalat tasbih setiap malam, bila tidak mampu maka sekali seminggu, atau sekali sebulan, atau sekali setahun, bila masih tidak bisa, maka sekurang-kurangnya sekali seumur hidup, jangan sampai ditinggalkan sama sekali. Waktu pelaksanaannya dapat siang hari atau malam hari, empat rakaat dengan satu atau dua kali salam.

Misteri Shalat Subuh

“Sesungguhnya amal manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya” Jika shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya; dan kalau jelek, maka jeleklah seluruh amalnya. Bagaimana mungkin seorang mukmin mengharapkan kebaikan di akhirat, sedang pada hari kiamat bukunya kosong dari shalat Subuh tepat waktu?

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya (berjamaah di masjid) sekalipun dengan merangkak” [HR Al-Bukhari dan Muslim]

Shalat Subuh memang shalat wajib yang paling sedikit jumlah rekaatnya; hanya dua rekaat saja. Namun, ia menjadi standar keimanan seseorang dan ujian terhadap kejujuran, karena waktunya sangat sempit (sampai matahari terbit)

Ada hukuman khusus bagi yang meninggalkan shalat Subuh. Rasulullah saw telah menyebutkan hukuman berat bagi yang tidur dan meninggalkan shalat wajib, rata-rata penyebab utama seorang muslim meninggalkan shalat Subuh adalah tidur.

“Setan melilit leher seorang di antara kalian dengan tiga lilitan ketika ia tidur. Dengan setiap lilitan setan membisikkan, ‘Nikmatilah malam yang panjang ini’. Apabila ia bangun lalu mengingat Allah, maka terlepaslah lilitan itu. Apabila ia berwudhu, lepaslah lilitan yang kedua. Kemudian apabila ia shalat, lepaslah lilitan yang ketiga, sehingga ia menjadi bersemangat. Tetapi kalau tidak, ia akan terbawa lamban dan malas”.

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan (waktu Isya’ dan Subuh) menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang pada hari kiamat” [HR. Abu Dawud, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]

Allah akan memberi cahaya yang sangat terang pada hari kiamat nantinya kepada mereka yang menjaga Shalat Subuh berjamaah (bagi kaum lelaki di masjid), cahaya itu ada dimana saja, dan tidak mengambilnya ketika melewati Sirath Al-Mustaqim, dan akan tetap bersama mereka sampai mereka masuk surga, Insya Allah.

“Shalat berjamaah (bagi kaum lelaki) lebih utama dari shalat salah seorang kamu yang sendirian, berbanding dua puluh tujuh kali lipat. Malaikat penjaga malam dan siang berkumpul pada waktu shalat Subuh”. “Kemudian naiklah para Malaikat yang menyertai kamu pada malam harinya, lalu Rabb mereka bertanya kepada mereka - padahal Dia lebih mengetahui keadaan mereka - ‘Bagaimana hamba-2Ku ketika kalian tinggalkan ?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami jumpai mereka dalam keadaan shalat juga’. ” [HR Al-Bukhari]

Sedangkan bagi wanita - walau shalat di masjid diperbolehkan - shalat di rumah adalah lebih baik dan lebih banyak pahalanya, yaitu yang mengerjakan shalat Subuh pada saat para pria sedang shalat di masjid. Ujian yang membedakan antara wanita munafik dan wanita mukminah adalah shalat pada permulaan waktu.
“Barang siapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Shalat Subuh menjadikan seluruh umat berada dalam jaminan, penjagaan, dan perlindungan Allah sepanjang hari. Barang siapa membunuh orang yang menunaikan shalat Subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan mukanya ke dalam neraka” [HR Muslim, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]

Banyak permasalahan, yang bila diurut, bersumber dari pelaksanaan shalat Subuh yang disepelekan. Banyak peristiwa petaka yang terjadi pada kaum pendurhaka terjadi di waktu Subuh, yang menandai berakhirnya dominasi jahiliyah dan munculnya cahaya tauhid. “Sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu Subuh; bukankah Subuh itu sudah dekat?” (QS Huud:81)

Rutinitas harian dimulainya tergantung pada pelaksanaan shalat Subuh. Seluruh urusan dunia seiring dengan waktu shalat, bukan waktu shalat yang harus mengikuti urusan dunia.

“Jika kamu menolong (agama) Allah, maka ia pasti akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad : 7)

“Sungguh Allah akan menolong orang yang menolong agamanya, sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa” (QS Al-Hajj:40)

TIPS MENJAGA SHALAT SUBUH :
  1. Ikhlaskan niat karena Allah, dan berikanlah hak-hak-Nya
  2. Bertekad dan introspeksilah diri Anda setiap hari
  3. Bertaubat dari dosa-dosa dan berniatlah untuk tidak mengulangi kembali
  4. Perbanyaklah membaca doa agar Allah memberi kesempatan untuk shalat Subuh
  5. Carilah kawan yang baik (shalih)
  6. Latihlah untuk tidur dengan cara yang diajarkan Rasulullah saw (tidur awal; berwudhu sebelum tidur; miring ke kanan; berdoa)
  7. Mengurangi makan sebelum tidur serta jauhilah teh dan kopi pada malam hari
  8. Ingat keutamaan dan hikmah Subuh; tulis dan gantunglah di atas dinding
  9. Bantulah dengan 3 buah bel pengingat(jam weker; telpon; bel pintu)
  10. Ajaklah orang lain untuk shalat Subuh dan mulailah dari keluarga
Jika Anda telah bersiap meninggalkan shalat Subuh, hati-hatilah bila Anda berada dalam golongan orang-orang yang tidak disukai Allah untuk pergi shalat. Anda akan ditimpa kemalasan, turun keimanan, lemah dan terus berdiam diri.
 
Sumber :
Buku “MISTERI SHALAT SUBUH”

Masa Umar bin Khaththab

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, terjadi penyebaran Al-Quran ke wilayah-wilayah yang sudah menerima Islam. Penyebaran ini bukan sekedar mengirimkan lembaran-lembaran mushaf, tetapi disertai pula dengan pengajarannya.

Jika pada masa Abu Bakar, Al-Quran berhasil dikumpulkan dan disusun, pada masa Umar bin Khaththab, terjadi penyebaran Al-Quran ke wilayah-wilayah yang sudah menerima Islam. Penyebaran ini bukan sekedar mengirimkan lembarang-lembaran mushaf, tetapi disertai pula dengan pengajarannya. Khalifah Umar mengutus sekurang-kurangnya sepuluh sahabat ke Bashrah untuk mengajarkan Al-Quran. Khalifahpun mengutus Ibnu Mas'ud ke Kufah. Khalifah Umar sangat menekankan pentingnya mengajarkan Al-Quran dengan Suhuf yang telah dibuat sebelumnya. Pernah suatu ketika diberitahukan kepada Umar tentang adanya orang di Kufah yang mendiktekan Al-Quran kepada masyarakat melalui hafalan, Umar pun marah besar. Akan tetapi setelah menemukan orang tersebut tidak lain adalah Ibnu Mas'ud, beliau pun teringat akan kemampuannya, kemudian hatinya merasa tenang dan dapat meredam kembali sikap emosinya.

Selain dikirim kedua tempat tersebut, Khalifah Umar juga mengirim tiga utusannya ke Palestina, mereka adalah Mu'adz, 'Ubadah, dan Abu Darda. Umar meminta mereka untuk terus menuju Homs yang setelah mecapai tujuan, salah satu dari mereka agar pergi ke Damaskus dan tempat lain di Palestina. Saat penduduk setempat merasa puas, Abu Darda meneruskan perjalanan ke Damaskus, sedangkan Mu'adz ke Palestina dengan meninggalkan 'Ubadah dibelakang. Mu'adz meninggal dunia setelah itu dan Abu Darda tinggal di Damaskus beberapa waktu lamanya sehingga dapat membuat Halaqah yang sangat masyhur dengan murid asuhannya melebihi 1.600 orang.

Di Ibu kota, Umar mengutus Yazid bin Abdullah bin Qusait untuk mengajar Al-Quran dikalangan orang Badui, dan melantik Abu Sofyan sebagai inspektur untuk mengetahui sejauh mana mereka sudah belajar. Umarpun menunjuk tiga sahabat lainnya di Madinah untuk mengajar anak-anak dengan setiap orangnya digaji 15 dirham per bulan. Setiap murid (termasuk orang dewasa) dinasehati untuk belajar lima ayat yang mudah.

Al-Quran, Wahyu Terbesar

"Patutkah menjadi kebenaran bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, "berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka". Orang kafir berkata, "Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata"."
(QS. Yunus [10] : 2)

Dalam bahasa Arab, wahyu berarti memberitahukan kepada seseorang sesuatu hal yang penting. Sedangkan menurut istilah, wahyu berarti kehendak Tuhan yang disampaikan kepada seluruh manusia melalui utusan-Nya. Dalam keyakinan Islam, meyakini kebenaran dan kebenaran wahyu adalah hal mutlak. Begitu pentingnya meyakini atau mengimani wahyu, sehingga keimanan seorang Muslim bisa batal jika ia menolak keberadaan wahyu tersebut. Kepercayaan kepada wahyu Allah SWT termasuk Rukun Iman.

Dr. Ismail Al-Faruqi mengungkapkan bahwa wahyu atau penyampaian kehendak Tuhan kepada manusia, mempunyai sejarah panjang dan memiliki beragam bentuk. Pada masa awal, menurutnya, Tuhan menyampaikan kehendaknya secara tidak langsung melalui pertanda alam atau secara langsung melalui visi dan mimpi. Pendeta atau para Nabi ditahbiskan untuk mengurai mimpi tersebut kemudian menyampaikan kepada umatnya untuk melaksanakannya. Pada masa terakhir, wahyu dilestarikan melalui hafalan. Wahyu diingat, dibaca dan disebutkan dalam kesempatan seremonial. sebagian diterjemahkan kedalam bahasa lokal dan menjadi tradisi. Sebagian lainnya dilupakan atau diubah menjadi sesuatu yang lain setelah meninggalnya sang penerima wahyu. sementara itu, pencatatan atau penulisan wahyu datang belakangan. Dalam tradisi Hanafi, disebutkan bahwa teks wahyu pertama adalah Shuhuf (lembaran) yang diterima Nabi Ibrahim yang hidup sekitar 2000 - 1400 SM.

Wahyu yang diturunkan kepada setiap rasul memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menuntun manusia agar menyembah Allah dan menjauhi setan. Sejak Nabi Adam a.s. sampai Nabi Muhammad SAW, muatan risalahnya sama. Sehingga dalam konteks ini, sebenarnya Islam bukanlah agama baru. Para ulama menyebut Islam sebagai agama penyempurna agama samawi yang ada sebelumnya. Wahyu Islam adalah penyempurna sekaligus yang terakhir.

Sebagai penyempurna dan penutup, wahyu Islam memiliki karakter agak berbeda dengan wahyu yang diturunkan sebelumnya. Ismail Al-Furuqi mengungkapkan bahwa jika dihubungkan dengan wahyu sebelumnya, Islam membedakan dirinya sebagai wahyu yang berkenaan dengan norma-norma agama dan etika, pernyataan mengenai prinsip dan aturan. Sementara wahyu sebelumnya merupakan wahyu hukum, sedangkan Islam bukan saja memuat hukum tetapi lebih jauh memusatkan pada prinsip. Wahyu Islampun menyerahkan kepada manusia untuk menterjemahkannya kedalam petunjuk dan perintah dalam kehidupan sehari-hari. Hasil terjemahan ini lah yang kemudian dirangkai secara sistematis oleh para ulama dan menghasilkan ilmu-ilmu Islam. Dengan bentuknya yang memusatkan pada prinsip, wahyu memungkinkan menghasilkan produk hukum yang berbeda untuk setiap zaman dan tempat, sehingga Islam akan senantiasa relevan pada setiap masa, walaupun setiap masa memiliki kekhasannya masing-masing.


Makna Al-Quran

Secara bahasa, Al-Quran berasal dari kata kerja "qara'a" yang berarti "mengumpulkan atau menghimpun", dan Qira'ah yang berarti "menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang laindalam suatu ucapan yang tersusun rapi".

Al-Quran adalah firman atau wahyu yang diturunkan oleh oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Al-Quran merupakan kitab suci terakhir dan terbesar yang diturunkan Allah SWT kepada manusia setelah Taurat, Zabur dan Injil yang ditunkan kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-Quran merupakan kitab suci yang istimewa karena tidak hanya mempelajari dan mengamalkan isinya saja yang menjadi keutamaan, tetapi membacanya saja sudah bernilai ibadah.

Hal ini sesuai dengan beberapa definisi Al-Quran yang diungkapkan para ulama, diantaranya Dr. Subhi Ash-Shalih. Ia mendefinisikan Al-Quran sebagai "kalam Allah SWT berupa mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di Mushaf serta diriwayatkan secara Mutawatir di mana membacanya termasuk ibadah".

Definisi senada diungkapkan oleh Ustadz Muhammad Ali Ash-Shabuni. Menurutnya, Al-Quran adalah firman Allah SWT yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, dimulai dengan Surah Al-Faatihah dan ditutup dengan Surat An-Naas.

Istilah Qur'aan paling umum diterjemahkan sebagai "bacaan" atau "tilawah" (bacaan yang dilantunkan), dan telah dihubungkan secara etimologis dengan qeryaanaa (bacaan kitab suci, bagian kitab suci yang dibacakan dalam ritual keagamaan) dalam bahasa Suriah, dan Miqra' dalam bahasa Ibrani (pembacaan suatu kisah, Kitab Suci). Sebagian mufasir juga berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bentuk fu'laan, Qur'aan membawa konotasi "bacaan sinambung" atau "bacaan abadi", yang dibaca dan didengar berulang-ulang.

Al-Quran dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga Al-Quran menjadi nama khas kitab tersebut, yaitu sebagai nama diri, termasuk juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Sebagai sebuah nama, Al-Quran merujuk pada wahyu (tanzil) yang "diturunkan" (unzila) oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam rentang waktu hampir 23 tahun. Dalam Konotasi yang lebih universal, ia adalah ekspresi diri Ummul Kitaab sebagai paradigma komunikasi Ilahiah (QS. Ar-Ra'd [13] : 39).